[Curhatan Angkoters 1] Antara Aku, Angkot dan Hujan
Pada suatu hari dimana waktu pulang tak langsung ke
rumah karena ada keperluan yang sudah rutin dilakukan. Biasa, kalau orang sibuk
suka punya banyak schedule di luar
sekolah.
Hari ini hari senin, tanggalnya lupa lagi, tahun 2015.
Langit mendung dikerumuni awan hitam. Angin berbisik kalau hari ini akan hujan,
dan benar saja. Hujan datang secara tiba-tiba.
Tiba-tiba
hujan datang kepadaku. Membuatku mulai mencari payung.
Tak asing lagi, setiap keluar gerbang langkahku sangat
cepat dan lebar. Bahkan dalam satu langkah saja, aku bisa menempuh jarak 3
meter dengan kecepatan 6 km/jam. Dan ini sungguh luar biasa dan benar-benar tak
terjadi.
Tanpa memperdulikan hujan, aku segera berjalan menuju
tempat biasa—tempat menunggu angkot. Jaraknya tidak bisa dikatakan jauh dan tak
bisa dikatakan dekat. Sedang-sedang saja. Kalau seperti jadi inget sinetron,
jalan di bawah hujan sambil nyanyi Bole
chudiyan, bole kangna. Haai main ho gayi teri saajna. Tere bin jiyo naiyo lag
da main te mairgaya… terus tiba-tiba ada yang mayungin pakai payung atau
jaket atau daun pisang juga nggak apa-apa. #ngarep #efekbanyaknontonfilm.
Lupakan itu! Sekarang sudah pukul 17.15 WIB. Angkot
susah. Jangankan hujan, tak hujan pun kalau jam segini angkot sudah jarang. Kalau
ada pun angkotnya sudah penuh.
Masih santai menunggu…
Menunggu…
Pura-pura sabar menunggu…
Mulai cemas…
Cemas…
Cemas tingkat klimaks…
Sedih…
Angkot tak kunjung datang. Ada angkot. Tapi penuh.
Menunggu lagi sampai jam 17.30 WIB dan akhirnya angkot datang. Betapa
bahagianya hati ini saat angkot datang, walaupun harus duduk di pinggir dan itu
pun berdesakan.
Empat puluh menit kemudian akhirnya aku sampai, bukan
sampai di rumah tapi sampai di tempat pemberhentian biasa. Dari sini aku harus
menggunakan jasa ojeg untuk sampai ke rumah, jaraknya sekitar 1 km lebih.
Langit masih hujan dan sudah gelap, adzan magrib sudah berkumandang. Setelah
tadi menunggu angkot lama, kini giliran ojeg yang tak ada. Aku lelah ya Allah. Ojeg dimanakah engkau?
Apalagi yang bisa dilakukan selain berteduh di depan
supermarket. Ya. Memakai baju sekolah, basah-basahan dan ini benar-benar
seperti orang terlantar. Ada beberapa hal yang kulakukan saat itu. Yang pertama
aku mengirimi sms kepada kakak agar menjemputku. Yang kedua menulis pm di BBM
agar ada yang membantu, siapa pun itu. Dan yang ketiga mengirimi pesan lewat
facebook kepada sobat sewaktu smp. Dari ketiga itu, yang langsung nyaut adalah
sobatku.
Sobatku perempuan namanya Rifa (nama samaran),
rumahnya tak jauh dari tempat yang menjadi tempat berteduhku saat ini. Tanpa
basa-basi, ia segera menjawab iya. Menghampiriku seraya membawa payung, aku
diajak untuk berteduh di rumahnya dan aku tak bisa menolak.
Dengan perasaan yang sedikit tenang aku pergi ke
rumahnya. Keluarganya menyambutku dengan baik. Bahkan ayahnya sempat menawarkan
jasa untuk mengantarku sampai ke rumah. Tapi aku menolak, tak enak hati
rasanya. Takut merepotkan.
Di rumahnya aku berbincang-bincang, saling berbagi
tentang sekolah barunya masing-masing. Senang rasanya, seakan meluapkan segala
rasa rindu karena sudah tak bertemu beberapa tahun.
Tak lama setelah itu, ada sebuah BBM masuk. Dari
saudaraku, ternyata PM yang kubuat tak sia-sia. Ia akan menjemputku. Kali ini
aku sudah benar-benar merasa tenang. Alhamdulillah.
Lima belas kemudian, saudaraku sudah sampai. Setelah
berpamitan kepada Rifa dan kedua orangtuanya aku segera menghampiri saudaraku.
Akhirnya aku bisa pulang ke rumah. Yeay. Sorak sorai menggema dalam hati.
~©°©°©°©~
Hikmah dari pengalaman tersebut bagi penulis—yang
mengalaminya.
“Pertolongan akan datang dari siapa saja dan kapan
saja. Percayalah!”
“The miracle of best friend”
~©°©°©°©~
Itulah sekelumit kisah tentang angkoters. Semoga
terhibur walaupun ceritanya GJ. Terima kasih sudah menyempatkan untuk membaca
kisah yang benar-benar cheesy ini.
Sampai jumpa di curhatan angkoters episode selanjutnya. Wassalamu’alaikum wr.
wb.
Comments
Post a Comment